Pagi ini cerah, hangatnya mentari
yang bersinar dan embun pagi itu membuat hari ku semangat kembali untuk
menuntut ilmu di sekolah. Pada pukul 06.00 aku beranjak dari rumah untuk menuju
ke sekolah. Setelah sampai sekolah, ku percepat langkahku karena bel masuk
telah berbunyi yang pertanda segera dimulainya pembelajaran. Teman-temanku pun
sudah terlihat duduk rapi dan siap menerima pelajaran. Seiring berjalannya
waktu, telah usailah pelajaran sekolah. Seusai sekolah, ada tugas kelompok yang
harus kelompok ku selesaikan. Tugas kelompok ku pada saat itu adalah membuat
karya seni dari tanah liat. Saat aku sedang berada di depan kelas, dari arah
belakang terdengar suara yang memanggilku. “Ardia, tunggu !”
Aku
pun menengok ke belakang “Kamu Edo, ada apa kok buru-buru gitu?” tanyaku yang
semakin ingin tau.
“Emmmm,
ada yang mau ketemu sama kamu !”
“Tapi
Edo, aku mau ngerjakan tugas kelompok sama temen-temen aku”
“Ya
sebentar doang kan gakpapa”
Aku
tidak menjawabnya. Aku segera masuk kedalam kelas. Aku ingat kata-kata Edo yang
semakin membuatku penasaran tetapi aku tidak memikirkannya disaat aku sedang
mengerjakan tugas kelompok.
----
Hari
ini aku sengaja bangun lebih awal, dan pastinya untuk berangkat lebih awal
untuk menikmati udara pagi. Sewaktu istirahat aku kembali ingat dengan kata –
kata Edo kemarin siang. Siapa dia? Namanya siapa? Anak mana? Berbagai
pertanyaan mulai muncul di benakku. Hingga aku tak sadar kalau aku sedang
melamunkannya.
“Hayo,
lagi mikirin siapa hayo?” tanya Hulda yang membuyarkan lamunanku.
“Apasih,
nggak lagi mikirin sapa sapa kok”
“Masak
sih? Nggak percaya aku. Hayo kamu masih kebayang sama kata – katanya Edo ya?”
“Eh
apa sih, enggak. Ngapain aku masih mikirin tentang kata – kata Edo yang
kemarin”
“Yaudah
deh, ikut aku ke kantin yuk”
“Ayo,
tapi kamu belikan aku makanan ya di kantin”
“Oke
aku belikan, tapi kamu yang bayar ya? hahaha”
“Ih
itu sama aja, ujung ujung nya aku yang bayar sendiri juga” kesalku pada Hulda.
Tiba-tiba
Edo datang menemuiku dan Hulda. Entah apalagi yang akan Edo sampaikan lagi
padaku.
“Ardia
ikut aku yuk.. dia mau ketemu kamu, udah ditunggu sama dia di perpustakaan”
ajak Edo.
“Ah
enggak ah, kalau dia butuh suruh ke kelasku aja”
“Kok
gitu sih, kesempatan loh ini, kok malah disia-siain” Ucap Edo.
Bel
masuk kelas pun telah berbunyi, aku segera masuk kelas. Pelajaran pun telah
usai, seperti biasa aku pulang dengan Rifka dan Hulda yang arah pulangnya sama
denganku.
“Ciyee
Ardia” goda Hulda.
“Kenapa??”
tanyaku penasaran.
“Tuh
orang yang pakek jaket abu-abu, itu orang yang mau ketemu kamu kan?”
“Ha?
Siapa sih? Kok kayaknya aku kenal ya?”
“Coba
tebak siapa hayo?? Anak kelas berapa hayo??”
“Siapa
ya? Nggak tau namanya aku, dia kelas 9-H kan?”
“Yup
jawaban kamu benar, dia kelas 9-H. Namanya dia itu Rendy, dia anak futsal, dia
sahabat dekatnya Edo sama Firza” jawab Rifka.
Tanpa
basa-basi lagi aku pun bergegas pulang, perjalanan pulang di angkot aku
memikirkan semua hal yang Hulda dan Rifka beri tau padaku tadi. Tapi kenapa ya
dia mau bertemu denganku, dan harus lewat temannya? Atau mungkin dia malu. Ya
udahlah.
----
Hari
ini aku jadi mulai penasaran dengan si Rendy, aku ingin mengenal dia lebih jauh
lagi.
Saat
jam istirahat berbunyi, aku lewat di depan kelasnya. Dan saat aku lewat di
depan kelasnya, ada dia yang sedang memakai sepatu di dekat pintu kelasnya.
“Hai
Ardia” sapa Rendy sambil mengenakan sepatunya.
“Halo
Rendy” sapa ku balik kepada Rendy.
Entah
aku begitu senang saat dia menyapaku, apakah aku sedang merasakan yang namanya
falling in love dengannya?
----
Setelah
kita kenal begitu lama, aku mengenalnya dengan ramah. Begitupun juga dengan
dia. Entah lama kelamaan perasaanku ke dia bertambah, aku menyukainya, aku
menyayanginya. Aku yakin dia pun begitu, atau aku yang hanya terlalu banyak
berharap padanya?
Hari
ini setelah pulang sekolah, aku ada ekstra bola voli di sekolah. Sebenarnya aku
mau bicara dulu sama Rendy, karena mumpung dia masih ada di sekolah. Tetapi dia
nggak mau. Sebenarnya aku mau tanya yang sejujurnya ke dia, apa dia juga
mencintaiku? Sore itu aku pulang dengan harapan yang pupus.
----
Malam
ini aku sms dia, aku harap dia menjawab smsku. Dan mudah mudahan dia menjawab
dengan respon yang baik. Aku menunggu balasan sms darinya, tetapi dia tidak
menjawab-jawab sms dariku.
“Daripada
aku nunggu balasan sms darinya yang lama banget, aku tinggal tidur dulu aja ah.
Siapa tau besok bangun-bangun udah ada balasan sms dari dia”
Setelah
aku terbangun dari tempat tidurku, aku segera membuka hpku untuk melihat apakah
dia membalas smsku atau tidak.
“Yah
ternyata belum dibales smsku sama dia, kenapa sih kok nggak dibales? Sesibuk
apasih dia? Atau mungkin dia nggak punya pulsa, jadi nggak bisa bales smsku?”
pikirku yang kecewa.
Pagi
ini aku berangkat sekolah lebih awal, aku ingin melihat Rendy lebih awal. Saat
aku lewat di depan kelasnya, dia memanggilku.
“Ardia...”
panggil Rendy.
“Iya,
ada apa Rendy?”
“Maaf
ya tadi malem aku belum bisa balas smsmu, soalnya tadi malem aku capek banget.
Habis ada tanding futsal di Gor, sepulang tanding futsal aku langsung tidur”
“Oh
gitu, pantes aja kok nggak dibales smsku”
“Emang
kamu mau ngomong apasih ke aku, kok keliatannya penting banget?”
“Gini
loh, aku mau tanya. Gimana sih perasaanmu ke aku?” tanyaku dengan perasaan gugup.
“Kok
kamu tanya gitu? Emang kenapa?”
“Ya
nggak papa, aku cuman kepingin tau aja”
“Emang
kalo perasaan mu ke aku gimana?”
“Kok
malah nanya balik sih”
“Sebenernya
aku ada rasa sama kamu...” jawab Rendy dengan gugup.
“Terus?”
tanyaku dengan penasaran.
“Apa
kamu juga ada rasa sama aku?” tanya Rendy
“Aku
juga ada rasa sebenernya sama kamu” jawabku lagi-lagi dengan gugup.
“Oh
gitu, sebenernya ya... aku kepingin kita berdua itu jadian. Tapi nggak bisa
deh...” jawabnya dengan pelan.
“Nggak
bisa kenapa?” tanyaku yang semakin penasaran 2 kali lipat.
“Untuk
sementara waktu aku masih belum boleh pacaran sama orang tuaku, aku harus fokus
dulu sama sekolah” jawabnya dengan rasa bersalah
“Oh
gitu ternyata alasannya, ya nggakpapa. Kalau itu emang yang terbaik buat kamu,
aku nggak papa kok”
“Maaf
ya, aku udah ngecewain kamu. Aku jadi ngerasa bersalah banget sama kamu.”
“Aku
nggak papa kok, selagi itu emang yang terbaik buat kamu aku bakal dukung kamu
terus kok” jawabku dengan hati yang sedih
“Iya,
maaf ya. Kamu mau kan maafin aku?”
“Iya
aku maafin kok”
“Yaudah,
kalau gitu kita jadi sahabat aja ya. Mau kan kamu?”
“Ya
aku mau kok” jawabku dengan rasa yang sedikit kecewa.
“Oh
ya aku mau tanya, kenapa sih kamu kok bisa cinta sama aku?” tanyaku dengan malu-malu
“Hahaha,
kepo deh”
“Kok
ketawa sih? Kasih tau dong, biar nggak kepo terus nih”
“Aku
suka sama kamu karena kamu itu beda dengan yang lain, kamu sederhana, apa
adanya. Aku cinta sama kamu karena begitulah kamu, dan aku udah ngerasa nyaman
sama kamu” jawab Rendy.
“Oh
gitu, sama deh kalo gitu” jawabku
“Iya
makasih ya kamu udah cinta sama aku”
“Iya
sama-sama”
----
Bel
masuk pun berbunyi, aku segera kembali ke kelas untuk mengikuti pelajaran.
“Gimana?
Udah puas ketemuan?” tanya Hulda
“Hahaha,
apaan sih”
“Paham
kok, yang hatinya lagi bahagia banget” sindir Rifka kepadaku
“Udah
ditembak atau belum kamu sama Rendy?” tanya si Rifka
“Dia
nggak mau pacaran dulu, dia mau fokus sama sekolah dulu” jawabku
“Oh
gitu, terus ?” tanya Hulda
“Dia
mau aku sama dia sahabatan aja” jawabku
“Yaudah
deh, sabar aja. Yang penting kalian masih berhubungan baik, jangan kayak ini
nih sebelahku” ucap Rifka yang sekaligus menyindir Hulda
“Eh
pakek nyindir-nyindir segala” ucap Hulda
“Iya
deh, makasih ya Rifka, Hulda” jawabku
“Iya
sama sama” jawab Rifka dan Hulda
“Jangan
galau lagi dong” ucap Hulda
“Iya
iya, tenang aja” jawabku
“Nah
gitu dong...”ucap Rifka.
“Makasih
ya kalian udah jadi sahabat yang selalu bisa ngertiin aku”
“Iya,
sama sama” jawab Rifka
“Iya,lagian
santai aja Ardia. Kalau ada masalah cerita sama kita ya, nggak usah pakek
ditutup tutupin segala” ucap Hulda.
----
Setelah
kami ngobrol, guru kami pun datang memasuki kelas. Dan kami pun siap untuk
belajar kembali.
----